Großansicht
des Bildes mit der Bildunterschrift: Jagung sebagai bahan dasar ethanol, contoh
penggunaan biomassa sebagai sumber energi
Sejumlah pakar berpendapat, penggunaan biomassa
sebagai sumber energi terbarukan merupakan jalan keluar dari ketergantungan
manusia pada bahan bakar fossil.
Apa yang
sebenarnya dimaksud dengan biomassa? Dalam sektor energi, biomassa merujuk pada
bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber
bahan bakar.
Biomassa
dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penggunaan tidak
langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar. Contohnya, kelapa sawit yang
diolah terlebih dahulu menjadi biodiesel untuk kemudian digunakan sebagai bahan
bakar.
Sebelum
mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber
energi. Misalnya dengan memakai kayu atau kotoran hewan untuk menyalakan api
unggun. Sejak manusia beralih pada minyak, gas bumi atau batu bara untuk
menghasilkan tenaga, penggunaan biomassa tergeser dari kehidupan manusia.
Namun, persediaan bahan bakar fossil sangat terbatas. Para ilmuwan
memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan terkuras habis.
Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di
antaranya penggunaan biomassa.
Bildunterschrift:
Großansicht
des Bildes mit der Bildunterschrift: Gandum, bahan baku pangan atau bahan
dasar biomassa?
Biomassa
dari Bahan Baku Pangan
Gandum, tebu
dan jagung adalah contoh bahan pangan yang juga dapat diolah menjadi energi
dari biomassa. Energi tersebut tergolong energi ramah lingkungan yang bahan
dasarnya disediakan alam. Namun, penggunaan energi dari biomassa kadang membawa
dampak sampingan yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah naiknya harga
bahan baku pangan.
Penyebabnya
macam-macam. Di Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat subsidi
pemerintah kata ahli biologi Dr. Andre Baumann:
“Ini memicu
persaingan antar petani yang menanam gandum untuk pangan dan petani biomassa.
Selama ini, produsen gandum untuk biomassa mendapat keuntungan lebih besar
daripada petani biasa. Baru belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan
gandum, petani biasa dapat bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak
lagi dapat membeli bahan dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima
tahun terakhir.“
Di Jerman,
100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro. Tapi bila
gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini
di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi
tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum
mencukupi untuk menutup kebutuhan pangan dunia.
Dampak
Lingkungan
Dampak lain
penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre
Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan
produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal:
„Biomassa
sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut
dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman
lainnya digunakan di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang
tertutup. Tapi sekarang, manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut
kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan
biomassa tidak lagi tertutup.“
Dampak
produksi tanaman untuk biomassa juga mulai dirasakan di kawasan lain dunia.
Contohnya di Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk
Kawasan Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn
menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat diperbarui luas digunakan.
Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak. Namun, dampak negatifnya adalah
kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak terkontrol. Hilangnya
vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur. Akibatnya,
lahan pertanian pun makin berkurang.“
Untuk
mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya
siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan
pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal
karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan
global.
Sistem
Pertanian Berkelanjutan
Karena itu,
pakar biologi Andre Baumann menyarankan agar petani menggunakan sistem
pertanian yang berkelanjutan: „Istilah ini sebenarnya berasal dari sektor
perhutanan. Maksudnya, penebangan kayu disesuaikan dengan regenerasi hutan,
jadi jumlah pohon yang ditebang sesuai dengan pohon baru yang ditanam. Dalam
seratus tahun terakhir, sistem pertanian berubah karena globalisasi. Negara
industri mengimpor bahan pangan dan produk pertanian dari negara berkembang.
Akibatnya muncul masalah lingungkan baik di negara berkembang maupuan industri.
Andre
Baumann memberikan salah satu contoh. 12,5 persen lahan pertanian yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan Jerman berada di luar negeri. Produk
pangan yang diimpor, mulai dari buah-buahan sampai makanan ternak menghasilkan
ampas dalam jumlah besar yang tidak dapat diolah oleh sistem daur ulang Jerman.
Kerusakan alam juga terjadi bila produk pertanian tersebut berasal dari lahan yang
dulunya adalah hutan. Belum lagi dengan emisi karbondioksida yang dihasilkan
saat produk tersebut ditranspor dari negara asalnya ke Jerman.
Misalnya,
biodiesel dari kelapa sawit. Selain tersedia dalam jumlah banyak, dapat
diperbarui dan menghasilkan energi yang ramah lingkungan, penggunaan biodiesel
dari kelapa sawit dapat meningkatkan efisiensi pembakaran mesin, termasuk mesin
kendaraan bermotor. Biodiesel jenis ini mempunyai kandungan asetan tinggi,
bebas dari sulfur dan mampu dioperasikan di musim dingin, bahkan saat suhu
mencapai minus 20 derajat Celcius sekalipun, sehingga cocok digunakan di
Jerman.
Namun, pakar
biologi Andre Baumann memperingatkan jangan sampai kebutuhan energi di Jerman
merusak alam di negara produsen biomassa tersebut.
“ Pemerintah
menggunakan uang pajak rakyat untuk memberi subsidi pada produk biomassa.
Padahal produk itu menyebabkan rusaknya hutan tropis di bagian lain dunia.
Misalnya, kelapa sawit yang berasal dari perkebunan yang sebelumnya merupakan
hutan. Produk tersebut harus ditranspor ribuan kilometer ke Jerman. Di sini,
kelapa sawit diolah menjadi biogas dan ampasnya digunakan sebagai pupuk. Ini
sama sekali bukan sistem pertanian berkelanjutan. Sistem ini tidak bisa
dipertanggung-jawabkan secara sosial maupun ekologis.“
Masa Depan
Biomassa Sebagai Bahan Bakar
Lalu
bagaimana masa depan penggunaan energi dari biomassa? Saat ini, bioenergi hanya
memegang pangsa 13 persen dari keseluruhan sumber energi dunia. Menurut pakar
biologi Andre Baumann kunci untuk meningkatkan efisiensi energi bukan dengan
memperluas produksi tanaman untuk biomassa. Sebaliknya, penggunaan energi
keseluruhanlah yang perlu dikurangi.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar